Riski maafkan Mamah, Mamah malah menambah beban Riski. Maafkan karena di usia sekecil ini harus menjadi tulang punggung keluarga
Sore itu hujan turun sangat deras, terlihat tiga bocah tengah berteduh di depan sebuah toko sembari mendekatkan diri satu sama lain untuk menghangatkan badan mereka yang menggigil. Tak tega melihat hal tersebut, akupun segera mendekati mereka untuk mengajak mereka makan sembari berteduh.
Saat aku bertanya kepada mereka, ternyata mereka tengah menjajakan dagangannya dan terpaksa berteduh karena hujan deras. Riski (14) merupakan anak tertua diantara mereka bertiga. Ia terpaksa berjualan bersama kedua adiknya Ridka (11) dan Salsa (7). Ketika aku coba bertanya lebih jauh, jawaban anak ini sungguh membuatku terpukul. “Jualan buat bantu ibu, karena ibu sedang sakit. Ayah saya sudah gak ada (meninggal) Terang Riski.
Riski yang saat ini duduk di bangku sekolah dasar terpaksa harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya di usia yang masih sangat belia. Ibunya Onih Suryati (47) terbaring sakit yang entah apa, namun setiap hari kondisi fisiknya terus melemah dan hanya mampu beraktivitas ringan dan terbatas. Dengan kondisinya, Ia terpaksa menyandarkan diri pada putra sulungnya Riski yang bahkan masih duduk di bangku sekolah dasar.
Riski yang tampak selalu berusaha tegar di depan ibu dan adik-adiknya selalu berusaha menutupi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Ia saat ini berusaha menjalankan usaha kecil-kecilan. Saat sekolah dan sepulang dari sekolah setelah merawat ibunya ia akan menjajakan cilok dan pisang aroma yang ia buat sendiri saat pagi buta.
Ia mendapatkan modal usahanya dengan cara meminjam bahan mentah dari warung yang ia kenal untuk kemudian ia bayar setelah barang jualannya terjual. Tak besar memang penghasilan yang ia dapatkan, namun setidaknya ia berusaha mengatur pendapatannya agar bisa cukup memenuhi kebutuhan keluarganya.
Tak jarang Riski bersama dengan adik-adiknya berjualan hingga malam hari berharap barang jualannya bisa habis. Sungguh perjuangan yang berat bagi bocah sekecil itu. Ketika teman sebayanya sedang asik bermain serta sibuk dengan gadget nya, Riski harus berjibaku mencari nafkah di tengah panas dan hujan bahkan hingga larut malam demi Ibu dan Adik-adiknya bisa makan dan terus bersekolah.
Riski dan keluarganya saat ini tinggal di rumah kontrakan, beban lain bagi Riski untuk ia pikirkan karena sudah hampir dua bulan ini Ia menunggak kontrakan karena uang untuk membayar kontrakan terpakai untuk membawa sang Ibu berobat.
Saya khawatir jika menunggak terus kami akan di usir, padahal saya minta Riski untuk membayar kontrakan dulu di banding membawa saya berobat, namun Ia bersikeras dan memaksa. Kasihan Riski di usia sekecil itu harus memikul beban sebanyak ini dan kini di tambah saya malah jadi beban jugaBu Onih menuturkan sambil menyeka air mata yang terus berlinang di pipinya.
Riski mempunyai mimpi suatu saat nanti bisa memiliki rumahnya sendiri. Juga berharap bisa melihat ibunya sembuh dan tak lagi sakit-sakitan. Ia ingin berjuang agar ia dan kedua adiknya bisa sekolah tinggi agar bisa membahagiakan sang Ibu dan memiliki kehidupan yang jauh lebih layak.
Saya takut gak bisa meneruskan sekolah, apalagi tahun ini Salsa mesti masuk Sekolah. Kalau harus mengalah paling saya yang gak lanjutkan asal kedua adik saya tetap sekolah Ungkap Riski risau.
Ada banyak harapan, asa dan mimpi di setiap butir cilok dan pisang aroma yang Riski jajakan. Harapan dan mimpi dari seorang anak yatim yang tak punya pilihan selain terus berjuang dan melawan pada kerasnya kehidupan yang ia jalani. Semua demi sang Ibu dan kedua adik tercinta.
Insan Baik, mari bersamai perjuangan Riski demi menggapai masa depannya. Mari nyalakan lentera asa dan harapan mereka yang nyaris padam. Setiap do'a dan kepedulian kita tentu akan sangat membantu bagi terwujudnya kebahagiaan dan senyuman diwajah kecil mereka.